EMPAT tahun sejak permainan defensif di Piala Dunia Italia 1990, Amerika Serikat mendapat kesempatan pertama menjadi tuan rumah turnamen tersebut. Muncul perasaan skeptis atas penunjukkan negara yang asing terhadap sepak bola itu.
Tidak mudah bagi AS untuk mendongkrak popularitas sepak bola di negara mereka. Nama football yang sudah sedemikian akrab di telinga penggemar sepak bola dunia bermakna lain di Negeri Paman Sam. Di sana, orang harus membiasakan menyebut sepak bola dengan istilah soccer.
Turnamen ini juga tak diikuti sejumlah negara besar sepak bola. Sebutlah Perancis, Portugal, dan Uruguay. Banyak pihak kemudian menyangka Piala Dunia 1994 di AS tidak akan menyedot banyak penonton.
Dugaan itu salah besar. AS justru menjadi salah satu penyelenggara paling sukses dalam penyelenggaraan Piala Dunia. Setiap pertandingan berlangsung, hampir 70.000 penonton memadati stadion.
FIFA juga menjadikan turnamen ini untuk mengubah format dan peraturan Piala Dunia. Otoritas sepak bola dunia itu mulai melarang kiper menangkap backpass dari kaki rekan satu timnya. Permainan pun menjadi lebih agresif dibanding empat tahun sebelumnya.
Untuk memotivasi gaya main menyerang, setiap tim yang memenangi laga diberi poin tiga. Sebelumnya, tim pemenang hanya diberi nilai dua. Produktivitas gol pun naik pesat meski tak mengurangi jumlah ganjaran kartu untuk para pemain.
Pemberian kartu pun mengalami perubahan. Untuk pertama kalinya, metode akumulasi kartu kuning selama penyisihan grup mulai diberlakukan. Setelah lolos ke fase knock out, pemain dengan tabungan kartu kuning diberi ampunan dengan cara "diputihkan" kembali. Di fase berikutnya, akumulasi kartu dihitung mulai dari nol.
Wasit yang memimpin pertandingan juga diperbolehkan memakai seragam dengan kelir selain hitam, ada yang pakai kuning, putih, atau jingga. Untuk pemain, seragam mereka pun tidak cuma bertuliskan nomor punggung, tapi juga memuat nama mereka.
Pendek kata, banyak perubahan di Piala Dunia kali ini dan hal itu menjadikan pertandingan berjalan lebih menarik. Pemain Rusia Oleg Salenko menjadi pemain pertama yang berhasil mencetak lima gol dalam satu pertandingan, yakni ketika melawan Kamerun. Dua tim tersebut akhirnya gagal melangkah ke fase gugur.
Nama Jerman Barat sebagai juara bertahan sudah melebur menjadi Jerman menyusul bersatunya dua negara sisi barat dan timur pada akhir 1990. Sayang, penampilan perdana Jerman ini berakhir antiklimaks. Bermain di partai pembukaan, pemain Jerman justru tampak lesu dan kurang gairah. Meski demikian, mereka dapat menaklukkan Bolivia berkat gol tunggal Juergen Klinsmann.
Tim bentukan pelatih Berti Vogts itu masih mengandalkan pemain veteran Rudi Voeller sebagai gelandang pembantu Klinsmann. Kapten Lothar Mathaeus berubah peran menjadi libero dan menghilangkan gol-gol kejutan seperti yang ia lakukan di Italia 1990. Meski menjadi juara grup, "Der Panzer" akhirnya keok di tangan Bulgaria di perempat final.
Runner-up 1990, Argentina, kembali tampil mengecewakan. Diego Maradona masih menjadi tumpuan dan memberikan hasil baik di dua laga awal. Namun, kasus penggunaan narkoba memaksanya pulang lebih dini. Gabriel Batistuta dkk pun kehilangan playmaker dan hanya finis di tempat ketiga Grup D, yang dikuasai oleh Nigeria. Kedua tim akhirnya kalah di babak 16 besar.
Kejutan diperlihatkan oleh Swedia. Pelatih Tommy Svensson mengandalkan Martin Dahlin, Tomas Brolin, dan Kennet Andersson untuk menunjukkan efisiensi permainan menyerang. Perjalanan mereka berakhir di tangan Brasil, musuh satu grup dan bertemu lagi di semifinal.
Bulgaria juga tampil menawan dan lolos ke semifinal usai mengalahkan Argentina dan Jerman di fase gugur. Di laga pertama, Bulgaria memang kalah 0-3 dari Nigeria. Namun, penampilan menarik dari Hristo Stoichkov membuat timnya terus merangkak naik. Pada akhir turnamen, Stoichkov mendapat Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak bersama dengan Salenko.
Langkah Bulgaria menemui buntu saat bertemu dengan Italia. Adalah Roberto Baggio, striker Italia yang mengubur impian mereka. Dua gol Baggio pada semifinal itu menambah koleksi golnya menjadi lima, yang paling banyak di antara kompatriotnya.
Baggio sebelumnya tampil gemilang di Italia 1990. Pada ajang kali ini, "Si Kucir Kuda" itu digadang-gadang bakal menjadi pemain terbaik. Apa boleh buat, kondisi fisiknya kurang fit. Namun, pelatih Arrigo Sacchi tetap menurunkannya melawan Brasil dalam final pertama yang berakhir lewat adu penalti.
Baggio akan selalu mengenang final 1994 itu sebagai kenangan paling buruk dalam kariernya. Ia gagal mengeksekusi penalti terakhir sehingga timnya kalah 2-3 setelah kedua tim bermain seri tanpa gol selama 120 menit.
Brasil menjadi tim paling solid di semua lini. Mereka hanya kebobolan tiga gol dalam tujuh laga. Gelandang mereka sangat berperan membantu pertahanan yang sudah begitu kuat. Di depan, Romario dan Bebeto bisa dilepas berduaan dan menuai hasil manis. Keduanya sama-sama berambisi mengakhiri 24 tahun paceklik juara dan berhasil mewujudkannya di Los Angeles. Romario pun diganjar anugerah Pemain Terbaik.
kompas.com
Historia FIFA |1930 |1934 | 1938 | 1950 | 1954 | 1958 | 1962 | 1966 | 1970 | 1974 |1978 | 1982 | 1986 | 1990 | 1994 | 1998 | 2002 | 2006 | 2010 |
.
Tidak mudah bagi AS untuk mendongkrak popularitas sepak bola di negara mereka. Nama football yang sudah sedemikian akrab di telinga penggemar sepak bola dunia bermakna lain di Negeri Paman Sam. Di sana, orang harus membiasakan menyebut sepak bola dengan istilah soccer.
Turnamen ini juga tak diikuti sejumlah negara besar sepak bola. Sebutlah Perancis, Portugal, dan Uruguay. Banyak pihak kemudian menyangka Piala Dunia 1994 di AS tidak akan menyedot banyak penonton.
Dugaan itu salah besar. AS justru menjadi salah satu penyelenggara paling sukses dalam penyelenggaraan Piala Dunia. Setiap pertandingan berlangsung, hampir 70.000 penonton memadati stadion.
FIFA juga menjadikan turnamen ini untuk mengubah format dan peraturan Piala Dunia. Otoritas sepak bola dunia itu mulai melarang kiper menangkap backpass dari kaki rekan satu timnya. Permainan pun menjadi lebih agresif dibanding empat tahun sebelumnya.
Untuk memotivasi gaya main menyerang, setiap tim yang memenangi laga diberi poin tiga. Sebelumnya, tim pemenang hanya diberi nilai dua. Produktivitas gol pun naik pesat meski tak mengurangi jumlah ganjaran kartu untuk para pemain.
Pemberian kartu pun mengalami perubahan. Untuk pertama kalinya, metode akumulasi kartu kuning selama penyisihan grup mulai diberlakukan. Setelah lolos ke fase knock out, pemain dengan tabungan kartu kuning diberi ampunan dengan cara "diputihkan" kembali. Di fase berikutnya, akumulasi kartu dihitung mulai dari nol.
Wasit yang memimpin pertandingan juga diperbolehkan memakai seragam dengan kelir selain hitam, ada yang pakai kuning, putih, atau jingga. Untuk pemain, seragam mereka pun tidak cuma bertuliskan nomor punggung, tapi juga memuat nama mereka.
Pendek kata, banyak perubahan di Piala Dunia kali ini dan hal itu menjadikan pertandingan berjalan lebih menarik. Pemain Rusia Oleg Salenko menjadi pemain pertama yang berhasil mencetak lima gol dalam satu pertandingan, yakni ketika melawan Kamerun. Dua tim tersebut akhirnya gagal melangkah ke fase gugur.
Nama Jerman Barat sebagai juara bertahan sudah melebur menjadi Jerman menyusul bersatunya dua negara sisi barat dan timur pada akhir 1990. Sayang, penampilan perdana Jerman ini berakhir antiklimaks. Bermain di partai pembukaan, pemain Jerman justru tampak lesu dan kurang gairah. Meski demikian, mereka dapat menaklukkan Bolivia berkat gol tunggal Juergen Klinsmann.
Tim bentukan pelatih Berti Vogts itu masih mengandalkan pemain veteran Rudi Voeller sebagai gelandang pembantu Klinsmann. Kapten Lothar Mathaeus berubah peran menjadi libero dan menghilangkan gol-gol kejutan seperti yang ia lakukan di Italia 1990. Meski menjadi juara grup, "Der Panzer" akhirnya keok di tangan Bulgaria di perempat final.
Runner-up 1990, Argentina, kembali tampil mengecewakan. Diego Maradona masih menjadi tumpuan dan memberikan hasil baik di dua laga awal. Namun, kasus penggunaan narkoba memaksanya pulang lebih dini. Gabriel Batistuta dkk pun kehilangan playmaker dan hanya finis di tempat ketiga Grup D, yang dikuasai oleh Nigeria. Kedua tim akhirnya kalah di babak 16 besar.
Kejutan diperlihatkan oleh Swedia. Pelatih Tommy Svensson mengandalkan Martin Dahlin, Tomas Brolin, dan Kennet Andersson untuk menunjukkan efisiensi permainan menyerang. Perjalanan mereka berakhir di tangan Brasil, musuh satu grup dan bertemu lagi di semifinal.
Bulgaria juga tampil menawan dan lolos ke semifinal usai mengalahkan Argentina dan Jerman di fase gugur. Di laga pertama, Bulgaria memang kalah 0-3 dari Nigeria. Namun, penampilan menarik dari Hristo Stoichkov membuat timnya terus merangkak naik. Pada akhir turnamen, Stoichkov mendapat Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak bersama dengan Salenko.
Langkah Bulgaria menemui buntu saat bertemu dengan Italia. Adalah Roberto Baggio, striker Italia yang mengubur impian mereka. Dua gol Baggio pada semifinal itu menambah koleksi golnya menjadi lima, yang paling banyak di antara kompatriotnya.
Baggio sebelumnya tampil gemilang di Italia 1990. Pada ajang kali ini, "Si Kucir Kuda" itu digadang-gadang bakal menjadi pemain terbaik. Apa boleh buat, kondisi fisiknya kurang fit. Namun, pelatih Arrigo Sacchi tetap menurunkannya melawan Brasil dalam final pertama yang berakhir lewat adu penalti.
Baggio akan selalu mengenang final 1994 itu sebagai kenangan paling buruk dalam kariernya. Ia gagal mengeksekusi penalti terakhir sehingga timnya kalah 2-3 setelah kedua tim bermain seri tanpa gol selama 120 menit.
Brasil menjadi tim paling solid di semua lini. Mereka hanya kebobolan tiga gol dalam tujuh laga. Gelandang mereka sangat berperan membantu pertahanan yang sudah begitu kuat. Di depan, Romario dan Bebeto bisa dilepas berduaan dan menuai hasil manis. Keduanya sama-sama berambisi mengakhiri 24 tahun paceklik juara dan berhasil mewujudkannya di Los Angeles. Romario pun diganjar anugerah Pemain Terbaik.
kompas.com
Historia FIFA |1930 |1934 | 1938 | 1950 | 1954 | 1958 | 1962 | 1966 | 1970 | 1974 |1978 | 1982 | 1986 | 1990 | 1994 | 1998 | 2002 | 2006 | 2010 |
.